Sebuah Resep Mengolah Rasa

Ayu Agustina
3 min readMay 18, 2022

--

Unsplash/S. Dadwal

Menjamu rasa tak akan pernah habisnya. Seakan rasa diciptakan untuk mengikat setiap kenangan yang digenggam setiap manusia.

Apa jadinya jika manusia berlagak menggunakan hidupnya hanya dengan logika? Padahal nyatanya satu langkah yang ditapakkan keluar pintu pun melibatkan rasa.

Mencicipi hari baru, memperkaya padanan rasa yang menyaratkan segudang tanya. Tak elak rasa terkadang dianggap sebelah mata. Padahal aku pernah mendengar pendapat bahwa manusia adalah mahluk berperasaan yang belajar menggunakan logikanya.

Satu dua mangkuk perasaan Tuhan sajikan setiap harinya. Ada manusia yang dengan cermat memanggang atau menggorengnya. Adapula manusia lain yang tak tahu cara mengolah perasaan, hanya tahu bagaimana menikmatinya.

Manusia jenis itu seringkali tak pintar bila perasaan yang Tuhan kirimkan tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Cermat tidaknya manusia mengolah rasa, hanya satu resep yang dapat dipakai apapun situasinya yaitu menerima dengan penuh kesadaran.

Jika Tuhan tuangkan satu sendok teh rasa bahagia dan satu sendok makan rasa sedih, maka langkah pertama yang harus dilakukan tak elak hanyalah menerimanya. Mungkin bagi sebagian khalayak beranggapan itu tidak adil. Manusia mana yang ingin dibumbui rasa sedih lebih banyak dari rasa bahagia?

Namun begitulah tangan Tuhan memberi kita sejuta rasa. Terimalah bahwa Tuhan tahu perpaduan satu sendok teh bahagia dan satu sendok makan kesedihan adalah yang terbaik bagi kita di saat itu. Segalanya pas sesuai kehendakNya. Tinggal kita, yang harus menyadari bahwa kunci mendapatkan hasil maksimal dari resep itu adalah cara mengolahnya. Kitalah koki dari resep ciptaanNya.

Di lain hari Tuhan justru akan memberikanmu satu sendok makan penuh kebahagiaan. Berhati-hatilah, pemberian seperti ini harus diolah dengan hati-hati. Jika tidak, maka resep ini hanya akan membawamu terbang ke langit-langit namun sulit untuk turun lagi ke bumi.

Terimalah dengan penuh syukur, namun kau harus mengolahnya dengan bijaksana. Simpan bahagiamu itu beberapa persen untuk kau gunakan ketika Tuhan memberikan satu sendok makan penuh kesedihan.

Itu akan sangat berguna untuk membuatmu terus menapak bumi, mengilhami kehendak Tuhan untuk selalu berbagi bahagia dengan orang-orang di sekitarmu. Maka percayalah, kebahagiaan dalam dirimu akan bertambah dengan sendirinya.

Ada saat pula dimana Tuhan akan memberikan resep kesedihan yang hanya seujung sendok teh, namun dampaknya seperti satu sendok makan kesedihan. Itulah kesedihan. Banyak atau sedikit takarannya pasti akan merusak hari-harimu.

Tapi aku sarankan, tetaplah mengolahnya dengan bijaksana. Agar rasa ini tidak merundungmu, agar rasa ini justru menambah kemampuanmu untuk mengolah rasa lainnya yaitu rasa syukur.

Sepanjang perjalananku mengolah berbagai macam resep dari Tuhan, mengolah rasa yang satu ini memang perlu tingkat tinggi. Yakinlah, semakin banyak kau mengolah rasa sedih, predikat koki tangguh akan terpatri dalam dirimu.

Mungkin ketika Tuhan sedang ingin mengujimu, Ia bahkan tidak akan mengirim resep apapun di hari itu. Ia membiarkan kita menjadi hambar. Karena dengan hambar kita sejatinya kosong.

Hasrat untuk mencari atau menumbuhkan rasa baru justru datang dari diri kita sendiri. Bagaimana tanpa bantuan siapapun kita dapat menciptakan resep yang justru paling sesuai dengan jiwa dan raga pada suatu moment. Yang ini favoritku. Tuhan biarkan manusia mengerti takaran perasaan untuk diolah secara mandiri. Hasilnya, kita akan menikmati kerja keras perasaan kita mengolah cita rasanya,

Betapa agungnya Tuhan meracik takaran perasaan pada kita setiap harinya. Dia tahu rasa tersebut akan membuatmu hidup dalam berjuta suasana hati.

Manusia memang terlahir penuh nafsu untuk mencoba rasa lain. Bahkan satu cetakan resep kue yang dibuat seorang koki dapat diolah lagi dengan ditambah atau dikurangi bahan-bahannya.

Berkreasilah pada reaksi diri kita dalam mengolah rasa. Ingatlah untuk apapun hasil yang kau ciptakan, kunci kenikmatannya akan selalu sama: menerima segala rasa dengan penuh kesadaran.

--

--

Ayu Agustina

Translating emotions into words. Poetic enthusiast, also love to write daily phenomenon. You can find my work at Menjadi Manusia, Rahma.id, dll.